Oleh: Boby Anggara, Siswa SMA SMART 1 Bogor, asal Lampung
Saya jadi saksi:
Setiap Bapak yang bertanggung jawab, dari korporat sampai birokrat
Setiap Bapak yang bertanggung jawab, dari korporat sampai birokrat
Pak, satu tahun setengah yang lalu saya hidup di Pekanbaru
Saya masih tahu rasa asap yang membasahi baju-baju yang saya gantung di paku-paku dalam kamar,
Sedang saya masih junub sambil telungkup, lantas bangun pada suatu subuh kusam dengan lampu-lampu pinggir jalan yang nampak mengepul mungkin murka, semalaman harus minum asap, bukan segelas kabut dengan oksigen dingin
Dan kuyakin juga, lampu-lampu itu masih lebih baik kena angin duduk daripada ISPA membusuk dalam paru-paru elektriknya
Saya menduga besar ini karena palu-palu congkak, martil-martil rakus, telah dipukul-pukul pada hutan-hutan, pada awan-awan pada udara sepanjang jalan Tuanku Tambusai Payung Sekaki, daerah pelosok Panam sampai Pekanbaru Kota dengan gedung-gedung pemerintah dan Masjid Agung An-Nur yang hijau pucat ditutup asap
Hanguslah sudah semua Pak
Jiwa anak kau buat mutung, kau buat cemong didempul arang-arang ketakutan akan masa depan karena tak jadi-jadi mereka pergi sekolah
Aih, bukan hanya itu, Pak
Bukan hanya mutung-cemong jiwa mereka
Bukan hanya mutung-cemong jiwa mereka
Kudengar ada jiwa anak yang berubah jadi debu
Wafat dalam abu-abu
Sedangkan engkau, Pak
Masih saja membabibu-babibu
Wafat dalam abu-abu
Sedangkan engkau, Pak
Masih saja membabibu-babibu
Dengar ucap saya, kepada engkau setiap Bapak yang bertanggung jawab akan setiap asap yang penuhi paru-paru rakyat
bukan hanya di Pekanbaru
bukan hanya di Pekanbaru
Kubilang, asap itu sesak, Pak []
Ciampea, 2015
0 komentar:
Posting Komentar